Menolak Dewasa, Mengejar Bayang-Bayang Masa

Sumber: dok.pribadi/agran0867

Aku masih di sini,
Di bangku kayu tua yang kau tahu,
Memandangi jejak-jejak masa lalu,
Berlari ke arah yang tak lagi aku kenal.
Ingin aku berhenti,
Namun waktu,
Terus mengalir tanpa isyarat.

Dewasa itu,
Hanya ilusi yang terpaksa aku terima,
Bagai badai yang menyapu tepi pantai.
Aku,
Adalah riak kecil yang tak ingin hanyut,
Tapi angin itu semakin kencang,
Dan laut semakin dalam.

Aku rindu,
Pada hari-hari di mana waktu bukanlah musuh,
Saat matahari masih lembut di ufuk,
Dan kita hanya anak-anak yang tak perlu tahu,
Bahwa esok adalah kenyataan yang mesti dijalani.

Namun siapa aku,
Yang berani melawan takdir musim?
Aku hanya dedaunan gugur,
Mengikuti arah angin yang tak pernah aku tahu asalnya.
Dewasa,
Kau mungkin menang,
Tapi biarkan aku menunda sebentar,
Dalam puing-puing impian masa muda.

Makna di Balik Puisi

Puisi ini menggambarkan kerinduan dan kegelisahan seorang siswa SMA yang tidak ingin segera menghadapi kedewasaan. Ada perasaan ingin "berhenti" atau "menunda" waktu, namun di sisi lain, ada kesadaran bahwa waktu tetap berjalan tanpa bisa dihentikan. "Bangku kayu tua" melambangkan masa lalu yang nyaman, tempat di mana si penyair merasa aman. Waktu yang terus "mengalir" menggambarkan ketidakmampuan untuk melawan laju kehidupan.

Di bait kedua, kedewasaan diibaratkan sebagai "badai" yang tak bisa dihindari, sesuatu yang mengancam membawa penyair hanyut dalam arus. "Riak kecil" yang tak ingin hanyut menggambarkan keinginan untuk mempertahankan masa muda, meskipun tantangan kedewasaan semakin mendekat.

Bait ketiga menghadirkan imaji kerinduan terhadap masa-masa tak terbebani, di mana "matahari masih lembut di ufuk" dan masa depan tak begitu mengancam. Ini menekankan kontras antara masa muda yang bebas dengan kenyataan kedewasaan yang tak terhindarkan.

Di bait terakhir, penyair menyadari bahwa dia tidak bisa melawan "takdir musim," melambangkan kedewasaan yang tak bisa ditolak. Namun, meski harus menyerah, ada harapan untuk menunda, sejenak menikmati sisa-sisa impian dan kenangan masa muda.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan transisi menuju kedewasaan. Pesannya adalah, meskipun kita tidak bisa melawan aliran waktu, kita masih bisa merayakan momen-momen kecil yang tersisa sebelum kita sepenuhnya dewasa. Ada kekuatan dalam menerima perjalanan hidup, tapi juga penting untuk tidak terburu-buru meninggalkan masa-masa yang penuh kebebasan dan kepolosan.

Tak ingin dewasa,

12 Februari 2025
Andi Muhammad Ghani Rahman

Posting Komentar

0 Komentar